Penulis : ABDUL GONI
NIM : 24050570007
Program Studi Manajemen Zakat dan wakaf
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pandangan Fiqih Zakat terkait Zakat Produktif dalam konteks penciptaan lapangan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi, serta dampaknya terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ SDGs (Sustainable Development Goals).
Melalui artikel ini, kami ingin mengetahui sejauh mana Zakat Produktif dapat diterapkan. Fokus dari Zakat Produktif adalah pada penyaluran zakat dalam bentuk modal usaha atau pembiayaan produksi, yang diyakini memiliki potensi besar untuk meningkatkan taraf hidup penerima zakat serta mendorong kemandirian ekonomi mereka. Jika kita telaah lebih dalam mengenai konsep Fiqih Zakat, terlihat bahwa pemberian zakat tidak hanya memberikan solusi sementara terhadap masalah kemiskinan, tetapi juga berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui penciptaan lapangan kerja dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ini merupakan salah satu tujuan utama yang ingin dicapai.
Sejalan dengan SDGs, khususnya Tujuan 1 (Tanpa kemiskinan), Tujuan 2 (Tanpa Kelaparan) dan Tujuan 8 (Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi),. Zakat Produktif diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengurangi pengangguran dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Penelitian ini juga mengeksplorasi tantangan dan peluang yang dihadapi dalam implementasi Zakat Produktif, serta menawarkan rekomendasi untuk memperkuat sinergi antara hukum Zakat dan agenda pembangunan berkelanjutan.
PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs ( Sustainable Development Goals )
adalah sebuah program yang dibahas dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-70 yang berlangsung di New York. Dalam pertemuan ini, agenda pembangunan universal yang baru dirumuskan dalam dokumen berjudul “Transforming Our World” atau “Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan”.
Dokumen tersebut mencakup 17 tujuan dan 169 target yang akan diimplementasikan mulai tahun 2016 hingga 2030. Program
ini diluncurkan dalam KTT PBB yang melibatkan 193 negara, PBB, Bank Dunia, dan berbagai organisasi nirlaba. Konferensi di New York mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) akan menjadi agenda penting untuk tahun 2030.
Tujuan dari zakat ini sejalan dengan rancangan besar dari SDGs yaitu kesejahteraan hidup. Dari 17 poin dari SDGs, pada poin pertamanya adalah mengakhiri segala bentuk kemiskinan seperti pada tujuan dari zakat diatas. Agar implementasi SDGs berjalan dengan baik, pemerintah telah membentuk Sekretariat Nasional Sustainable Development Goals (SDGs). (Alam et al., 2021).
Oleh karena itu, sangat penting untuk membentuk Badan Amal zakat (BAZ) dan
Lembaga Amal Zakat (LAZ) sebagai upaya untuk menangani masalah sosial yang ada. Dalam konteks ini, zakat dapat menjadi salah satu sumber dana yang signifikan bagi perekonomian umat Islam. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, hal ini menunjukkan bahwa potensi pengumpulan dana zakat di negara kita sangat besar. Dengan pengelolaan zakat yang profesional, kita dapat mendorong tercapainya program pembangunan berkelanjutan atau yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Yusuf Qadarwi (1996) dalam bukunya berjudul Hukum Zakat (Studi Komparatif
Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist) dalam Islam salah satu upaya untuk mengentaskan atau meminimalisir masalah kemiskinan adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat. Zakat merupakan langkah penanggulangan kemiskinan yang tepat dimana mereka yang memiliki dana lebih atau yang dikatakan mampu (muzakki) harus menyalurkan sejumlah harta kepada mereka yang kekurangan atau yang membutuhkan (Mustahiq)
PEMBAHASAN
A. ZAKAT
Zakat berasal dari bahasa Arab, “zakah atau zakat”, yang berarti harta tertentu yang harus diberikan oleh orang Islam kepada mereka yang berhak menerimanya (ada tujuh golongan penerima zakat). Dari segi bahasa, zakat berarti bersih, suci, subur, berkat, dan berkembang. (Rosadi, 2019) Dan zakat merupakan rukun ketiga dari rukun
Islam yang mana zakat diharapkan akan mendatangkan kesuburan dan tumbuhnya
pahala-pahala dan juga diharapkan akan mensucikan jiwa-jiwa orang yang telah
berzakat (muzakki) dan harta yang telah dizakati menjadi suci dari hal-hal yang
mengotori dari segala sesuatu yang syubhat.
Dasar hukum zakat tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadits. Dalam Al-Qur’an,
terdapat banyak ayat yang menjelaskan kewajiban zakat beserta pengelolaannya.
Perintah zakat bahkan seringkali dinyatakan beriringan dengan perintah shalat, seperti
yang terlihat dalam QS Al-Baqarah ayat 43. Ini menunjukkan betapa pentingnya zakat
sebagai kewajiban yang sebanding dengan shalat bagi setiap Muslim. Di Indonesia,
keberadaan zakat juga diatur dalam Undang-Undang Zakat yang telah disempurnakan, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pengelolaan zakat adalah salah satu usaha merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, mengawasi, mendistribusikannya dan mendayagunakan dana zakat. Terdapat tujuan dari pengelolaan zakat yaitu: (Amsari, 2019).
1. Memudahkan masyarakat untuk membayar zakat.
2. Menjadikan zakat sebagai peranan tingkah laku sosial yang mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
3. Mengembangkan manfaat zakat secara baik.
B. ZAKAT PRODUKTIF
Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya
menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya (Asnaini, 2008: 64). Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten.
Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan
penghasilannya untuk menabung (Sartika, 2008: 77). Penerapan pendistribusian zakat secara produktif membantu mewujudkan
keadilan dan pengentasan kemiskinan dalam mewujudkan keadilan sosial dan
pertumbuhan ekonomi masyarakat (Qadir, 2001: 163). Dalam kaitan dengan pendistribusian zakat yang bersifat produktif, Yusuf Qardawi (1996) berpendapat bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Peran pemerintah disini dapat digantikan oleh Badan Amil Zakat dan atau Lembaga Amil Zakat yang kuat, amanah, dan professional.
Zakat produktif dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, menggambarkan potensi zakat sebagai sumber pendanaan untuk usaha-usaha produktif. Dengan demikian, zakat ini berpeluang menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan masyarakat.
C. PEMANFAATAN ZAKAT PRODUKTIF
1. Zakat Mendukung Perekonomian Agraria
Zakat dapat disalurkan untuk mendukung produktivitas pertanian, sehingga berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dari sumbernya. Penelitian menunjukkan bahwa dana zakat memiliki potensi besar untuk membantu para asnaf yang berprofesi sebagai petani. Dengan dukungan ini, mereka dapat lebih bersemangat mengelola lahan pertanian, yang tidak hanya menghasilkan bahan pangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan mereka.
Pertanian produktif dapat dilakukan melibatkan asnaf dan pemanfaatan dana
zakat untuk pendidikan, pelatihan, dan memperbaiki fasilitas pertanian maupun
mendirikan fasilitas penelitian pertanian (Abdul Manap, 2019) (Tanvir Mahmud et
al., 2014) (Abduh, 2019). Program zakat dapat pula diperuntukan untuk menyiapkan polis asuransi pertanian, peningkatan teknologi pertanian, dan perbaikan infrastruktur pedesaan (Tanvir Mahmud et al., 2014).
Zakat berperan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pertanian, sehingga
dapat menjadi stimulus yang efektif dalam mengangkat produksi pangan yang
berkelanjutan. Dengan demikian, zakat tidak hanya membantu meningkatkan pendapatan mustahik, tetapi juga berkontribusi pada penguatan ketahanan pangan. Pertanian menjadi salah satu sektor yang mendapat perhatian khusus, mengingat keterkaitannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu program global yang memiliki 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh PBB. Salah satu poin dalam SDGs adalah tujuan kedua yaitu Tanpa Kelaparan (Zero Hunger) dengan cara mencapai pertanian berkelanjutan, ketahanan pangan, peningkatan gizi, dan mengakhiri kelaparan.
2. Zakat Menstimulus Pertumbuhan Ekonomi UMKM
Usaha mikro kecil dan menengah pada setiap negara memiliki definisi yang
berbeda-beda antara satu negara ke negara lainnya. Ukuran sebuah usaha biasanya
dinilai dari banyaknya jumlah pekerja, modal, besaran asset tetap dan bergerak, perputaran penjualan setiap tahunnya, dan sebagainya. Sebagian kelompok negara menyebutkan bahwa usaha berskala kecil apabila mempekerjakan kurang dari 50 orang dan pemiliknya sekaligus menjadi manajer usahanya (Bank Indonesia, 2016). Modal usaha menurut kamus besar bahasa indonesia dalam Listyawan Ardi Nugraha (2011:9) “Modal usaha adalah uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang,melepas uang, dan sebagainya: harta benda (uang,barang, dan sebagainya) yang dapat di gunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan. Modal dalam pengertian ini dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah uang yang di gunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis.
Pendistribusian Zakat dapat berupa modal usaha untuk UMKM agar dapat meningkatkan taraf perekonomian mereka. bantuan usaha kecil dan mikro yang
diberikan kepada para mustahik yang didasari hasil assesment kebutuhan calon
mustahik program bantuan ekonomi. Dana bantuan ini diberikan kepada penerima
manfaat yang memenuhi 8 golongan asnaf penerima zakat, yaitu : (1) Fakir (orang yang sangat kekurangan, kondisinya sangat miskin, tidak ada penghasilan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, selain itu fakir juga dapat diartikan sebagai orang yang tidak cukup harta untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal), (2) Miskin (orang yang tidak mempunyai harta benda, serba kekurangan. Kalaupun punya
penghasilan tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari), (3)Amil zakat (orang
yang bekerja dalam pengumpulan zakat dan pendistribusiannya, dimana amil zakat
berhak memperoleh bagian sesuai dengan standar yang didasarkan pada kompetisi pekerjaannya, namun diharapkan paling tinggi sama dengan bagian golongan mustahik lain), (4) Muallaf (orang yang mempunyai keyakinan atas Islam masih lemah, sehingga bela terhadap Islam pun masih kurang bahkan tidak ada atau membantu musuh untuk memerangi Islam, tujuan dari pendistribusian zakat kepada kelompok ini agar mereka kuat keislamannya, membela agama yang dianutnya dan menolong kaum muslimin dari serangan musuh), (5) Riqab (zakat yang didistribusikan kepada budak belian, namun diberikan kepada tuannya sehingga budak belian tersebut menjadi bebas dan merdeka, dimana kegiatan ini termasuk dalam membebaskan tawanan muslim), (6) Gharim (orang yang mempunyai utang dan tidak memiliki bagian lebih dari utangnya, baik atas utang untuk kemaslahatan dirinya maupun kemaslahatan masyarakat), (7) Fii Sabilillah (adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah secara sukarela, dimana mereka diberi bagian zakat yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan perang, seperti membeli senjata, kendaraan, memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya), (8) Ibnu Sabil (orang atau musafir yang bepergian jauh dalam rangka mencari bekal demi kemaslahatan umum yang manfaatnya kembali pada agama Islam atau mensyaratkan Islam, seperti orang yang bepergian sebagai utusan yang bersifat keilmuan atau kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat Islam). Diharapkan dengan pemanfaatan Zakat produktif akan menumbuhkan perekonomian umat, mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan seluas – luasnya.
D. KESIMPULAN
Artikel ini menggarisbawahi peran penting zakat, khususnya mengenai zakat produktif, dalam menciptakan lapangan kerja yang layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Zakat produktif sendiri dilaksanakan melalui penyaluran zakat dalam bentuk modal atau investasi pada usaha-usaha produktif. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi juga memberikan peluang bagi individu untuk meraih kemandirian finansial.
Dari sudut pandang fiqih, zakat dipandang tidak hanya sebagai kewajiban sosial untuk membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga sebagai instrumen ekonomi yang berpotensi memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Pembayaran zakat yang produktif membawa manfaat jangka panjang dengan meningkatkan kemampuan ekonomi para penerima zakat, yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja, meningkatkan keterampilan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lebih jauh, praktik zakat produktif sejalan dengan prinsip-prinsip syariah dan mendukung tujuan-tujuan berkelanjutan yang terdapat dalam SDGs, antara lain
penanggulangan kemiskinan (Tujuan 1), penghapusan kelaparan (Tujuan 2), serta
penciptaan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (Tujuan 3). Oleh karena itu, zakat produktif memiliki potensi besar untuk membangun masyarakat yang lebih sejahtera, mandiri, dan kompetitif, sekaligus berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan global.
Secara keseluruhan, fiqih zakat memberikan landasan yang kuat bagi pengembangan zakat produktif sebagai salah satu solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi di masyarakat, serta mendukung pencapaian SDGs dengan lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Arbaien, M. F. N., & Nurhasanah, E. (2024). ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA ZIS PRODUKTIF DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MUSTAHIK:(STUDI KASUS PADA LPI AL-MUTTAQIN KOTA TASIKMALAYA). La Zhulma| Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 4(2), 217-229.
Hidayat, M. F., & Salsabila, F. L. (2024). Kontribusi Zakat Untuk Ketahanan Pangan Dan Pengentasan Stunting: Tinjauan Literatur Sistematis. IHTIYATH: Jurnal Manajemen Keuangan Syariah, 8(1), 46-66.
Fitri, M., & Nasution, Y. S. J. (2023). Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sdgs) Di Indonesia. JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM, 5(2), 112-121.
Amymie, F. (2017). Optimalisasi pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat dalam pelaksanaan tujuan program pembangunan berkelanjutan (SDGs). Anida (Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 17(1),
1-18.
SUMBER LAIN
https://media.neliti.com/media/publications/470030-none-b1b9a080.pdf
https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/ihtiyath/article/view/8536/3185
https://jim.usk.ac.id/EKI/article/view/28651
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/anida/article/view/5046